Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Masih banyak SNI yang perlu dirumuskan

  • Kamis, 01 Januari 1970
  • 2964 kali

Ketersediaan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk  3 sektor yakni baja, aluminium, mesin dan perkakas dalam rangka pelaksanaan Gerakan Nasional Penerapan SNI/GENAP SNI, dirasa masih belum cukup. Masih banyak SNI yang perlu dirumuskan oleh BSN. BSN akan membuat SNI yang  sejauh mungkin harmonis dengan standar internasional atau mengadopsi standar internasional secara keseluruhan.

Selain itu, BSN juga akan melakukan kaji ulang SNI, penguatan LPK (Insentif) dengan memperhatikan sebaran produsen, sehingga jumlah LPK tidak terkonsentrasi di satu daerah tertentu, serta peningkatan koordinasi antar instansi teknis untuk memperketat pengawasan pasar terutama untuk produk-produk China ataupun produk impor lain yang tidak sesuai SNI.

Demikian kesimpulan Workshop GENAP SNI untuk sektor baja, alumunium, mesin dan perkakas yang dilaksanakan di Balai Kartini, Jakarta, (10/11/2010) lalu. Workshop GENAP SNI adalah bagian dari rangkaian penyelenggaraan peringatan Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia Tahun 2010. Sebagai pembicara pada acara itu, Peneliti Madya BSN, Rachman Mustar dan Kepala Bidang Kabid Laboratorium Medik dan Lembaga Inspeksi BSN, Iskandar Novianto.

Kesimpulan workshop diambil setelah tim sektor memperhatikan berbagai komentar dari para peserta atas paparan tentang ketersediaan SNI oleh Rachman Mustar dan ketersediaan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) untuk sektor baja, alumunium, mesin dan perkakas oleh Iskandar Novianto. Antonius Probo, wakil dari Balai Besar Logam dan Mesin, misalnya. Probo menyarankan agar dalam SNI uji produk disertakan juga uji komposisi material/komposisi kimia. Dia melihat, SNI yang tersedia saat ini belum mencakup parameter tentang komposisi material produk sehingga produk yang terlihat kuat dari luar bisa lulus uji SNI tapi tidak tahan lama karena struktur bahan yang kurang kuat (tidak sesuai dengan standar internasional).

Sedangkan anggota Masyarakat Standardisasi Indonesia (Mastan), Sriati Djaprie, mengatakan, saat ini China sedang gencar untuk mempelajari SNI agar mereka bisa mengekspor produk mereka ke Indonesia. Sriati menyarankan, pemerintah dan industri mempelajari standar-standar China agar Indonesia pun bisa melakukan ekspor ke negara tersebut.

Respon lain disampaikan Muchtar Sudin dari Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum (PU), yang menunjuk pada langkah ke-7 GENAP SNI yaitu mengefektifkan pemberlakuan Keppres No. 80/2003 (Perpres No. 54/2010) terkait penggunaan SNI. Dikatakannya, PU selalu mensyaratkan penggunaan produk bertanda SNI pada setiap spesifikasi lelang PU. Namun dia masih merasa kesulitan untuk mendapatkan dokumen-dokumen SNI untuk digunakan sebagai referensi.

Menanggapi komentar tersebut, Rahman menjelaskan, SNI terkait baja, aluminium dan mesin & perkakas yang dibuat dibawah tahun 1990, masih belum mengacu pada PSN cara merumuskan SNI sehingga mungkin saja banyak hal-hal yang seharusnya ada pada sebuah standar belum tercakup. Untuk SNI cara uji komposisi kimia, misalnya, perlu melihat terlebih dahulu kepentingan produk tersebut untuk apa, karena semakin banyak parameter yang diuji, dan biaya yang dikeluarkan produsen akan semakin banyak. Standar disusun berdasarkan kesepakatan antara perwakilan produsen, pemerintah, konsumen dan pihak lain yang berkepentingan sehingga dapat disepakati parameter yang dapat memuaskan semua pihak.

Sedangkan terkait dengan standar China, Rahman mengakui, BSN masih kesulitan dalam mempelajari standar China karena di negara itu terdapat 4 jenis standar yaitu: standar nasional (umumnya merupakan hasil adopsi dari standar internasional), standar propinsi (spesifikasi produk bisa berbeda-beda di setiap propinsi), standar departemen, dan standar perusahaan. Website NSB China pun sangat minim informasi dan berbahasa China. Rahman menduga, banyak produk China yang masuk ke Indonesia belum memenuhi standar nasional China dan mungkin hanya memenuhi standar departemen, perusahaan atau bahkan tidak memenuhi standar perusahaan sama sekali.

Menjawab pertanyaan Muchtar Sudin, Kepala Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi BSN, Nurasih Suwahyono menegaskan, setiap orang bisa mendownload file SNI di website BSN secara gratis. Kebijakan BSN adalah setiap SNI yang ditetapkan BSN akan dibuat dalam bentuk softcopy dan hardcopy. Namun demikian, Nurasih mengatakan, masih ada SNI yang belum bisa diunduh karena belum ada softcopynya (biasanya SNI lama). “BSN secara bertahap akan melengkapi SNI untuk diunduh secara gratis. Untuk SNI yang belum bisa diunduh, bisa menghubungi bagian perpustakaan BSN. Untuk anggota PT/SPT bisa meminta standar melalui sekretariat Panitia Teknis di BSN”, ujar Nurasih menutup diskusi workshop. (ast/dnw)