Badan Standardisasi Nasional
  • A
  • A

Bahan Baku Pangan Terganjal Aturan Impor

  • Kamis, 02 Juli 2009
  • 2594 kali

Kendati positif mengurangi laju impor makanan dan minuman, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 56/M-DAG/PER/1/2009 tentang Ketentuan Impor Lima Produk Tertentu dinilai ikut menghambat masuknya bahan baku ke dalam negeri.

Thomas Darmawan, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menuturkan Permendag No.56/2009 secara umum telah menimbulkan efek positif bagi laju impor makanan dan minuman ilegal dari luar.

Namun, sayangnya, regulasi yang terlalu ketat tersebut ikut berimbas pula pada tertahannya bahan baku yang digunakan oleh kelompok industri di Tanah Air. "Dengan pembatasan impor ini, omzet makanan dan minuman memang naik karena impor ilegal berhasil ditekan. Namun di sisi lain, barang baku yang dipakai industri ikut tertahan," katanya kepada Bisnis, kemarin.
Dia mencontohkan beberapa bahan baku yang biasa digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan dan minuman seperti kecap dan susu.

Akibat dari tertahannya sejumlah bahan baku tersebut, beban ongkos yang dikeluarkan oleh kalangan industri makanan dan minuman semakin besar, sehingga pada akhirnya konsumen yang harus menanggung besarnya ongkos yang dikeluarkan itu.

Gapmmi mengharapkan pembatasan impor untuk produk makanan dan minuman seharusnya tidak terlalu ketat dan memberatkan, sebab tanpa regulasi pengetatan impor, sebenarnya masuknya produk makanan dan minuman pun sudah dibatasi melalui sejumlah ketentuan, seperti pemeriksaan oleh surveyor, izin edar makanan olahan, lolos karantina, dan standar nasional Indonesia (SNI) wajib.

"Pintunya sebenarnya sudah banyak sekali, karena lapisan yang harus dilewati lebih dari tiga lapis, antara lain Departemen Perdagangan, Bea Cukai, Deptan dan BPOM untuk izin edar produk olahan," jelasnya.

Atas dasar ini, kalangan pelaku usaha makanan dan minuman meminta agar sesudah masa berlaku peraturan ini usai yakni pada 2010, pemerintah mengkaji kembali efektivitas peraturan tersebut khususnya terhadap industri makanan dan minuman.

Franky M. A. Sibarani, Regulation Director Gapmmi mengatakan implementasi permendag tersebut telah berdampak pada kinerja produk makanan dan minuman dalam negeri. Hal ini bisa dibuktikan ketika ekspor produk tersebut pada Maret mengalami penurunan, produk industri makanan dalam negeri tetap stabil dalam berproduksi dan bahkan bisa mengisi pasar yang sempat hilang, yakni sebesar 10%-15% dari total omzet industri makanan dan minuman sebesar Rp400 triliun.

Pasar dalam negeri, kata dia, juga terjaga cukup baik, sebab berdasarkan laporan yang dihimpun Gapmmi, omzet pasar produk impor yang dipasarkan di dalam negeri sudah turun hingga 50%. Dampak lain, sambungnya, pemakaian produk dalam negeri di beberapa pasar modern yang sebelumnya jarang menggunakan produk dalam negeri itu malah meningkat hingga 30%.


Oleh Maria Y. Benyamin
Sumber : Bisnis Indonesia,
Kamis 2 Juli 2009




­